Rangga Purbaya, seniman visual berbasis di Yogyakarta menggunakan karyanya untuk meneriakkan isu kerusuhan politik tahun 1965 di Indonesia.
Dengan latar belakang fotografinya, Rangga - yang keluarganya sangat terdampak dengan kejadian berdarah tersebut - berfokus pada isu tersebut sejak tahun 2014 setelah sebelumnya menekuni karir sebagai fotografer profesional.
Rangga Purbaya, Indonesian visual artist interested in history and the discourse of the 1965 political genocide in Indonesia. Credit: Supplied/Rangga Purbaya
Exhibition of Rangga Purbaya at the Asia Culture Center, Gwangju, South Korea, 2019. Credit: Supplied/Rangga Purbaya
Rangga menyebutkan bahwa karena terlibat sebagai anggota partai sayap kiri pada saat itu, kakek dan nenek dari pihak ibunya pernah ditahan. Sementara kakek dari pihak ayahnya ditangkap dan tidak pernah kembali.
Kakek saya hilang di tahun '65. Dia ditangkap dan tidak pernah kembali ke rumah.Rangga Purbaya - Visual artist
Pada SBS Indonesian, Rangga menceritakan bagaimana perjalanan pribadi dan keluarganya terkait trauma akibat tragedi 1965 mempengaruhi karya-karyanya, serta harapannya untuk rekonsiliasi.
Rangga Purbaya dijadwalkan akan memberikan kuliah umum terkait karir dan karyanya pada 25 Mei di University of Melbourne.
Dengarkan
setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu jam 3 sore.
Ikuti kami di