Dibesarkan di Indonesia, seniman visual Jayanto Tan - lahir sebagai Tan Seng Lie pada tahun 1969 - harus mengganti namanya agar dapat diterima di sekolah dasar.
Ketika Suharto berkuasa pada tahun 1965 setelah terjadinya kudeta, ia memberlakukan sejumlah kebijakan yang mendiskriminasi etnis Tionghoa Indonesia yang telah tinggal di negara itu selama beberapa generasi.
"Saya tidak boleh di-spotlight di sekolah," ujar Jayanto.
Jayanto Tan's family photo, Sembayang Ceng Beng (Tomb-Sweeping Day) Tebing Tinggi, 1977. Credit: Jayanto Tan
“Saya dipanggil ‘Cina’, dipanggil ‘banci’".
Tetapi setelah lari ke Australia dua dasawarsa lalu, Jayanto telah memahat jati dirinya yang ‘asli’.
Jayanto Tan's 'Acute Actions: Responses to I am Not a Virus' Project Exhibition at 4A Centre for Contemporary Asian Art, Haymarket, Sydney, 2021. Credit: KAI-WASIKOWSKI
LISTEN TO
'Tidak Lagi Dibungkam': Bagaimana Perupa Ini Ubah Trauma Masa Lalunya menjadi Karya Seni yang Hidup
23:38
Dengarkan
setiap hari Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu jam 3 sore.
Ikuti kami di