Dalam hitungan hari, Indonesia akan resmi dipimpin oleh Presiden baru dengan dilantiknya Prabowo Subianto beserta wakilnya Gibran Rakabuming Raka.
Pasangan ini memenangkan pemilihan presiden yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024 lalu dengan perolehan suara sebanyak hampir 60%.
Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih rencananya akan digelar di Gedung MPR-DPR RI di Jakarta pada Minggu, 20 Oktober 2024 mendatang.
Prabowo juga telah memanggil sederetan nama, termasuk dari kalangan selebriti dan tokoh masyarakat dari berbagai bidang, ke kediamannya di Jakarta pada Senin (14/10) yang disebut-sebut sebagai calon menteri kabinetnya.
Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir pada 17 Oktober 1951. Ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo, merupakan pakar ekonomi dan politisi yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri, Menteri Keuangan, serta Menteri Riset dan Pengembangan di era Presiden Soekarno dan Presiden Suharto.
Sebelum terjun ke dunia politik, Prabowo dikenal memiliki karir militer dengan posisi-posisi tinggi termasuk sebagai Komandan Jenderal Kopassus serta Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat atau Kostrad.
Namun, pada Juli 1998, karir militer Prabowo terhenti setelah Dewan Kehormatan Perwira menyatakan dirinya terbukti melakukan beberapa kesalahan termasuk dalam kasus hilangnya sejumlah aktivis pro demokrasi di tahun yang sama.
Beberapa istilah berbeda digunakan untuk mendeskripsikan dihentikannya karir militer Prabowo, antara lain ‘pemecatan’, ‘pemberhentian dari dinas keprajuritan’, serta ‘diberhentikan dengan hormat’.
Berbagai kalangan ramai membicarakan masa depan Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto menjelang detik-detik dilantiknya Presiden terpilih tersebut.
Pakar politik Indonesia, dosen, dan akademisi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas, Sumatra Barat, Prof. Dr. H. Asrinaldi, S.Sos., M.Si, memprediksi karakter kepemimpinan Prabowo tidak akan jauh berbeda dari pendahulunya, yaitu Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Saya melihat apa yang dilakukan Pak Prabowo ini tetap dengan kabinetnya yang tidak jauh berbeda dan banyak kebijakan yang dibuat nantinya itu meneruskan kebijakan Pak Jokowi,” ujarnya.
Hal ini dilakukan Prabowo untuk memenuhi janjinya melanjutkan “program-program Pak Jokowi yang nggak berhasil, tambahnya lagi.
Ketika ditanyakan apakah ada kemungkinan era kediktatoran Orde Baru akan kembali muncul mengingat latar belakang Prabowo sebagai pejabat tinggi militer pada masanya, Asrinaldi mengatakan bahwa potensi tersebut “ada saja.”
“Walaupun kita tidak mengatakan diktator, tapi paling tidak karakter militerisme itu akan muncul di pemerintahan Pak Prabowo karena Beliau sendiri orang yang berlatar belakang militer,” kata Asrinaldi.
“Bawaan atau gesture atau kebijakan yang bersifat komando bisa mungkin terjadi seperti itu.”
Pada masa kampanye Pilpres, di berbagai platform media sosial, citra Prabowo diubah sedemikian rupa hingga karakter militernya yang identik dengan sifat keras, tegas, dan kaku berganti menjadi sosok lembut dan humoris.
Hal ini disebut-sebut sebagai upaya memenangkan hati para Gen Z atau mereka yang lahir pada tahun 1997 dan 2012. Hasilnya, mayoritas pemilih pasangan Prabowo dan Gibran adalah generasi dari kalangan ini.
Kendati demikian, karakter asli Prabowo sebagai mantan pejabat tinggi militer mulai kembali terlihat pasca memenangkan Pilpres, kata Asrinaldi.
“(Tapi) konteksnya nasionalisme ya,” ujarnya. “Misalnya dia tidak ingin pemerintahan yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan kelompok. Kemudian juga meneriakkan tentang anti korupsi dan pejabat tidak boleh korup. Nah itu kita senang.”
Lecturer and academician at the Department of Social and Political Sciences at the Andalas university, West Sumatra, Prof Dr H. Asrinaldi, S.Sos., M.Si (L) and Desak Putu Sri Ratna Juwita. Credit: Supplied/Ade Mardiyati/Asrinaldi/Desak Putu
Warga Bali Desak Putu Sri Ratna Juwita merupakan salah seorang pendukung Prabowo yang percaya keputusannya memberikan suara kepada pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres kemarin sudah tepat.
“Saya pilih Prabowo karena dia terlihat merakyat,” kata Ratna. “Meskipun banyak gosip yang tidak enak tentang dia, saya percaya dia baik dan akan memperjuangkan rakyat.”
‘Gosip yang tidak enak’ erat kaitannya dengan berbagai tuduhan yang pernah diarahkan kepada Prabowo termasuk keterlibatannya dalam peristiwa penculikan aktivis mahasiswa serta kejahatan perang pada masa pendudukan di Timor Timur selama puluhan tahun.
Menanggapi hal ini, Asrinaldi mengatakan bahwa isu ini akan “tetap mengiringi sejarah kepemimpinan Pak Prabowo.”
“Banyak jawaban diberikan bahwa (kasus-kasus) ini sudah selesai dalam konteks persidangan dan pemecatan beliau,” imbuhnya. “Habis energi kita kalau itu diteruskan. Jadi saya pikir sekarang memikirkan bagaimana mengawal bersama pemerintahan Pak Prabowo.”
Seorang warga yang meminta agar identitasnya dirahasiakan mengatakan terpilihnya pasangan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden merupakan kemunduran bagi demokrasi dan penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
“Kita masih ingat bagaimana Prabowo mempunyai jejak masa lalu sebagai pelaku pelanggaran HAM berat,” katanya.. “Kita juga masih ingat bagaimana Gibran diajukan sebagai calon wakil presiden dengan cara memanipulasi aturan.”
Apakah Prabowo mampu memimpin secara demokratis?
“Saya meragukan itu karena saya melihat Pak Prabowo belum berubah dari yang kita kenal di masa lalu” ujarnya.
Dirinya mengaku hanya bisa berdoa untuk datangnya sebuah ‘mukjizat’.
“Mukjizat yang bisa mengubah Pak Prabowo menjadi lebih baik, menjadi lebih demokratis, menjadi lebih menghormati perbedaan,” harapnya. “Juga menjadi lebih memahami apa sebenarnya cita-cita para pendiri bangsa saat memproklamasikan Indonesia pada 1945 atau 79 tahun yang lalu.”